Kamis, Oktober 27, 2011

Tips Sukses Berbicara di depan Umum

Memang benar bahwa tindakan dan keteladanan yang beik memiliki pengaruh yang kuat terhadap orang lain. Akan tetapi ada banyak hal yang tidak bisa dikomunikasikan dengan tindakan verbal, melainkan harus melalui ucapan atau tulisan. Dengan demikian, pidato, ceramah, khutbah dan sejenisnya memikiki peran yang strategis di dalam kehidupan kita. Sehingga penguasaan terhadap skill berkomunikasi lisan semacam ini merupakan suatu keharusan bagi seorang yang memiliki idealisme, utamanya bagi para da'i yang mengemban misi dakwah islam.

Catatan Penting Seputar Berbicara di Muka Umum


  1.  Manakah yang lebih baik, berbicara dengan teks atau tanpa teks ?

Dalam hal ini ada pro dan kontra, namun di lapangan kita melihat para pembicara tampil dengan empat model berikut ini :
          a. Ada yang tampil secara spontanitas dan berimprovisasi tanpa teks. Kemudian mengalami ketidak lancaran di dalam berbicara, memperpanjang topik secara tidak proporsional, mengulang kata-kata secara menyolok atau mengutip ayat alquran dan hadits secara gegabah.
          b. Ada yang tampil dengan membaca teks secara monoton, dengan intonisasi yang datar dari awal sampai akhir. Hal ini tentu saja membuat audien merasa jemu dan mengantuk.
          c. Ada yang tampil dengan membawa teks, namun ia membacanya dengan penuh penghayatan dan mengucapkan setiap kata secara ekspresif. Hal ini tentu saja merangsang otak untuk turut berfikir dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap emosi dan perasaan audien.
         d. Ada yang berbicara secara lepas dan spontanitas untuk ungkapan-ungkapan yang umum. Namun untuk ayat-ayat Al Quran, Hadits Nabi dan kutipan-kutipan pendapat atau statemen para Ulama atau tokoh tertentu, ia membaca dari catatan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Pada Umumnya seorang pembicara jika ia tampil dengan model ketiga atau ke empat, mereka akan tampil lebih baik. Memang ada juga seorang yang mampu berbicara tanpa teks dengan baik, bahkan ia menjadi orator ulung, tanpa ada cacat yang biasa dialami para membicara pada umumnya. Namun orang semacam ini termasuk makhluk langka.


 2.  Seorang Pembicara Sebaiknya belajar dari pengalaman dan keterampilan para seniornya yang lebih dulu menggeluti bidang tersebut.

Sehingga ia bisa belajar banyak hal dari mereka, Antara lain :
         a.  Cara menyusun pokok-pokok pikiran dalam topik pembahasan.
         b.  Cara mengkorelasikan antara makna-makna dan dalil yang disampaikan dengan realitas yang tengah
              dihadapi oleh audien
         c. Mengamati gaya berhenti, bertanya, memainkan intonasi suara dan menggerakkan tangan pada
             momen-momen tertentu di tengah-tengah orasi.

Dan untuk mempresentasikan suatu topik, seorang pembicara harus terlebih dahulu melakukan pengkajian yang cukup. Pada umumnya diperlukan juga referensi yang memadai bagi tema-tema tertentu.

 3.  Menduplikasi gaya para senior yang memiliki pengalaman panjang sebagai pembicara. Bagaimana menyikapi fenomena ini ?

Sebelum menjawab pertanyaan penting ini, ada baiknya kita mengamati realitas yang terjadi di kalangan pembicara dalam duplikasi (meniru) ini. Di antaranya

         - Ada yang menolak tindak duplikasi tersebut, Ia sama sekali tidak mau memanfaatkannya. hal ini merupakan kerugian besar karena tidak mau mengambil pelajaran yang berharga dari pengalman orang lain.
         - Ada pula yang secara ekstrim menduplikasi seniornya dalam gaya dan penampilannya secara total. Bahkan ketika orang yang ditiru itu terbatuk-batuk, ia akan memaksakan diri untuk batuk. Sejatinya tindakan ini merupakan pemberangusan terhadap jati diri dan bakat yang ada dalam dirinya.
Bagaimanapun juga, duplikasi pasti tidak sama dengan aslinya.

Lalu bagaimana kita menyikapi hal ini ?
Jika duplikasi atau meniru dilakukan sebagai langkah awal dalam melatih diri menjadi pembicara, kemudian secara berangsur-angsur ada upaya menemukan gaya berbicara yang spesifik, maka tindakan ini bukan merupakan aib, bahkan ini merupakan kebiasaan yang jamak dilakukan oleh para orator.

Namun ada pula sebagian orang yang sejak awal tidak bertumpu pada duplikasi. melainkan ia secara otodidak melakukan percobaan-percobaan, selangkah demi selangkah, hingga akhirnya ia menemukan gayanya sendiri yang berbeda dengan gaya orang lain tanpa bersusah payah. Kedua model di atas sama-sama baik.

 4.  Pada umumnya seorang pembicara memiliki keunggulan dalam menyampaikan tema tertentu.

Anda seringkali menjumpai ada seorang pembicara yang menonjol dala mengangkat isu-isu sosial, ada juga yang menonjol dalam menyampaikan nasehat-nasehat yang melunakkan hati. ada juga yang mahir menyampaikan tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sekarang ini.

Jika anda memiliki kemampuan untuk mengangkat tema tertentu dengan baik, maka jadikanlah hal tersebut sebagai ciri khas anda. Dan jika anda bisa berbicara dengan baik dalam beberapa tema berbeda, maka anda harus terus mengasah kemampuan anda tersebut. Ada pula pembicara yang mampu menyampaikan pikirannya denga baik di tenag-tengah masyarakat awam. dan ada pula pembicara yang bisa berbicara dengan baik di tengah-tengah dunia anak-anak.

 5.  Gaya penyampaian harus sesuai dengan karakter yang diangkat

 6.  Memperhatikan dan menggunkan kata yang mempunyai kedalaman makna dan kekuatan arti.

 7.  Memperhatikan panjang atau pendeknya Presentasi.
     Hal ini tergantung beberapa sebab, di antaranya :
     a.  Terbatasnya waktu yang diberikan untuk presentasi, jangan sampai presentasi yang disampaikan belum selesai ketika waktu telah habis.
     b.  Terbatasnya ruang lingkup yang dipresentasikan, hal ini membatasi jangan sampai presentasi yang disampaikan keluar dari pembahasan.
     c.  Banyaknya aspek yang melingkupi tema presentasi, sehingga harus berbicara panjang lebar.
     d. Beragamnya momentum, Pada dasarnya khutbah Jumat disampaikan secara singkat. Sedangkan ceramah pada umumnya disampaikan dalam waktu kurang lebih satu jam. Sebab bisa jadi audien mempunyai kepentingan lain selain mendengarkan ceramah

 8.  Seyoyanya seorang pembicara tidak mendramatisir masalah
Dalam menyampaikan sesuatu kita dituntut untuk bersikap adil dan proporsional. Menyampaikan sesuatu yang mampu dicerna oleh audien itu lebih memungkinkan untuk diterima dan direspons dengan baik, dari pada harus melebar kemana-mana.

bersamnung...

0 komentar:

Posting Komentar